Minggu, 27 Juli 2008

Belajar Bahasa Jawa Pun Makin Mudah...

Kompas - Sabtu, 19 Juli 2008

Oleh R Adhi Kusumaputra

Pelajaran bahasa daerah cenderung kurang diminati anak-anak Indonesia
generasi sekarang. Bahasa Jawa dan bahasa Sunda, yang biasanya
diajarkan di sekolah, mulai pudar pamornya. Bagaimana caranya agar
bahasa-bahasa daerah tetap eksis dan lestari?

Direktur Penerbit Intan Pariwara Tomy Utomo Putro (47) mengatakan,
setahun terakhir ini pihaknya bekerja sama dengan pemegang lisensi
Readboy di Indonesia, Jenny Wijaya (38), untuk membuat agar pelajaran
Bahasa Jawa diminati anak-anak sekolah.

"Buku-buku pelajaran Bahasa Jawa yang kami terbitkan di-readboy-kan.
Ternyata banyak orangtua siswa yang menyambut baik karena mereka tak
kesulitan lagi mengajarkan anak-anak belajar bahasa Jawa. Anak menjadi
senang membaca karena dengan teknologi baru ini, anak diajak bermain.
Yang diserap lebih banyak," kata Tomy.

Penerbit Intan Pariwara termasuk salah satu penerbit di Indonesia yang
memanfaatkan teknologi talking book ini untuk menjual buku-buku
pelajaran, terutama Bahasa Jawa, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Agama
Islam, untuk siswa kelas I sampai kelas VI SD.

"Kami tidak memfokuskan diri pada bahasa Jawa (Tengah) dan Yogyakarta,
tetapi juga bahasa Jawa Timur. Saat ini kami juga menggarap bahasa
Sunda," ungkapnya. Upaya ini merupakan salah satu cara menumbuhkan
kembali kebanggaan akan bahasa daerah.

Direktur Eksekutif Readboy Talking Book Jenny Wijaya mengatakan, ide
membuat "buku bisa berbicara" itu muncul ketika dia mendalami bahasa
Mandarin di Beijing, China. Dia melihat di sana pada saat liburan
anak-anak meluangkan waktu pergi ke toko buku, perpustakaan, dan
mengikuti kursus- kursus tambahan serta berjalan-jalan ke taman yang
hijau, bukan ke mal-mal.

"Kesadaran anak-anak di China untuk belajar luar biasa. Orangtua di
China tidak pernah berpikir dua kali untuk mem- beri anak-anaknya
pendidikan yang terbaik. Mereka tidak mengutamakan penampilan, tetapi
pendidikan berkualitas. Penampilan sederhana, tapi pendidikan minimal
S-1 hingga S-3. Mereka sangat kritis, mengejar pertanyaan di luar
buku," tutur Jenny.

Jenny melihat produk pendidikan di China yang diproduksi perusahaan
Readboy setempat sangat diminati anak- anak. Muncullah ide Jenny untuk
membawa "buku yang bisa berbicara" itu ke Indone- sia. Waktu itu,
tahun 2000, pemerintah mengizinkan bahasa Mandarin diajarkan setelah
32 tahun dilarang oleh rezim Soeharto. Jenny melihat pe- luang buku
pelajaran bahasa Mandarin-bahasa Inggris la- ku di pasaran mengingat
ba- nyak orang yang kesulitan belajar bahasa Mandarin dengan benar.

Jenny pun ke pabrik Readboy di Guangzhou, tahun 2001, dan membeli 100
buku pelajaran itu untuk dijual dari pintu ke pintu kepada tetangganya
di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dalam tiga hari 20 buku
terjual dan dalam dua minggu 80 buku habis.

Tahun 2004, Jenny melihat peluang bahwa buku-buku Indonesia pun dapat
di-readboy-kan agar lebih cocok dengan pasar Indonesia.

Setelah sukses meluncurkan buku "berbicara" bahasa
Mandarin-Inggris- Indonesia, Jenny mengeluarkan produk terbaru Readboy
Talking Book yang dapat digunakan untuk semua buku. Teknologi baru ini
disambut baik oleh sejumlah penerbit di Indonesia.

"Kami menggunakan native narator dari Inggris dan China. Untuk
melestarikan bahasa daerah di Indonesia, kami menghadirkan buku
pelajaran bahasa Jawa dan Sunda," kata Jenny. Bahasa asing lainnya
yang tersedia adalah bahasa Jepang, Arab, Perancis, dan Korea.

Tidak mahal

Melalui teknologi baru ini, menurut Jenny, belajar tak harus mahal.
Sebab, dengan membeli satu unit readboy talking book, anak-anak
mendapatkan chip gratis dan setelah itu mereka bisa menukarkan chip
tersebut dengan chip lainnya.

Kehadiran teknologi readboy talking book ini diakui CEO Produksi
Penerbit Mizan Andi Yudha Asfandyar. "Teknologi ini sangat menarik
bagi anak-anak. Konsumen Mizan menanggapi positif. Di sini ada konsep
visual, verbal, dan auditorial," katanya.

Penerbit Mizan sejak setahun terakhir sudah menerbitkan 28 judul buku
yang bisa disinergikan dengan readboy. Buku-buku itu buku serial
bercerita, serial aku ingin sesuatu, serial belajar kemandirian, dan
serial rasa syukur. Mizan juga meluncurkan kamus tematis tentang
sejarah, tempat bersejarah, aktivitas, dan profesi dalam bahasa
Inggris, Indonesia, dan Arab.

Pendapat senada disampai- kan Senior Marketing Manager Penerbit Tiga
Serangkai Misno Sudaro (43). Penjualan buku yang bersinergi dengan
readboy naik signifikan sampai 100 persen. Buku Tiga Serangkai yang
menjadi unggulan adalah Juz Amma dan 10 judul buku dasar agama Islam
lainnya.

"Banyak orangtua tertarik karena ternyata anak mereka mudah menyerap
pelajaran Bahasa Arab. Ini mengundang lebih banyak minat anak-anak
untuk belajar bahasa dengan lebih mudah, lebih menyenangkan, " kata
Misno. Tiga Serangkai sudah menerbitkan puluhan judul buku yang
dimasukkan ke dalam chip.

Sejauh ini sudah 500 judul buku dari berbagai penerbit yang
diluncurkan dan dalam waktu dekat akan bertambah 500 judul baru lagi
yang akan hadir. Sejumlah penerbit yang menjalin kerja sama membuat
buku-buku mereka "bisa berbicara" adalah Bhuana Ilmu Populer,
Grasindo, Ganeca Exact, Mizan, Tiga Serangkai, Aneka Ilmu, Grafindo,
Agromedia, Kawan Pustaka, Wahyu Media, Yudhistira, Intan Pariwara,
Puspa Swara, Penerbit Andi, dan Mandira.

Belajar yang efektif dan efisien pun ternyata mengikuti perubahan
zaman dan perkembangan teknologi.

Tidak ada komentar: